Total Tayangan Halaman

Sabtu, 06 November 2010

MEMPERJUANGKAN HAM MELALUI IT

Teknologi Informasi selalu dihubungkan dengan komputer dan internet. Ada betulnya juga
karena istilah ini muncul setelah terjadi revolusi pertukaran informasi. Dunia menjadi sangat
sempit, perkembangan teknologi di negara Barat berpacu dengan nilai tradisional Timur.
Benturan budaya menjadi nyata. Hanya saja saya ingin mencoba memperluas pengertian
ini. Saya ingin berbagi pendapat dengan kawan-kawan di sini, perlunya teknologi informasi
dimanfaatkan untuk membangun media alternatif., misalnya radio paguyuban (community
radio) dan bahkan televisi paguyuban yang sangat mungkin kita kembangkan secara
bersama.
Surat di bawah ini ditulis dalam bahasa Inggris yang kurang sempurna lewat email oleh
seorang anak perempuan Bosnia berumur 11 tahun kepada rekannya, seorang anak laki-laki
Los Angeles yang baru saja kehilangan sahabatnya karena mati tertembak di sebuah
“perang” antargeng.
I live in what you call it Bosnia and know that it is like with your Gangs in Angles (maksudnya Los
Angeles). Many lost friends I count and know that I may die soon before growing up and this seems
the same for you I think. I am sorry for you but glad also to know that it is the same for you.
Mereka berdua bersurat-suratan selama beberapa bulan sampai tiba-tiba surat-menyurat ini
terhenti. Tak seorang pun tahu nasib gadis kecil itu, kecuali kenyataan bahwa korespondensi
itu terhenti.
Teknologi informasi telah menghubungkan manusia satu dengan yang lain, budaya satu
dengan budaya lain, tanpa menghiraukan jarak dan waktu. Internet, yang hadir karena
teknologi informasi, adalah sebuah jaringan komputer yang telah mengubah cara manusia
untuk berkomunikasi, berinteraksi dan mendefinisikan komunitasnya. Ia melintasi waktu dan
ruang dengan cara yang tak terbayangkan sebelumnya, menciptakan tempat dan komunitas
yang bersifat maya.
Di Indonesia, Internet menjadi salah satu senjata ampuh. Alat perang supra modern dalam
sebuah perang virtual. Perang Informasi. Dan akhir dari perang canggih ini adalah jatuhnya
sebuah rejim represif yang telah berkuasa selama 32 tahun. Sebuah jaman baru muncul dari
reruntuhan perang ini, jaman perubahan yang masih harus dilalui dengan ketidak-tentuan
dan pengorbanan.
Tinggal kita sekarang yang menentukan, untuk apa kita menguasai dan menggunakan
teknologi informasi. Akan kah kita gunakan sarana ini untuk mendominasi informasi sehingga
rakyat tetap terbodohkan? Atau kita pakai teknologi informasi sebagai upaya pemberdayaan,
lebih tepat lagi senjata bagi rakyat, sehingga arah perjalanan bangsa bisa ditentukan sendiri
di tingkat akar rumput?


KOMPUTER DI INDONESIA
Tahun-tahun pertama dekade delapanpuluhan, komputer sudah menjadi milik sebagian
masyarakat Indonesia meski masih terbatas pada kalangan tertentu. Ini merupakan dampak
dari berkembangnya teknologi elektronika, terutama setelah tehnik miniaturisasi mencapai
kemajuan yang sangat signifikan. Sebagan kecil generasi umur 70 tahunan, mengenal
komputer sebesar kamar, generasi umur 60 tahunan melihat dengan takjub komputer
sebesar mesin fotokopi. Kita terbiasa melihat PC, anak remaja berkecukupan tidak canggung
lagi menyimpan alamat temannya di palmtop.
Penggunaan komputer di Indonesia sebenarnya sudah dimulai secara komersial sejak tahun
tujuh puluhan ketika Bank Indonesia menerapkan komputerisasi di kantor pusatnya.
Saat itu PC masih dipakai di kalangan terbatas. Para hobbyist komputer mendirikan klub-klub
pengguna komputer di beberapa kota besar. Mereka yang berkecukupan membangun bulleti
board pribadi, yakni sebuah komputer dilengkapi dengan modem yang dihubungkan dengan
saluran telepon. Orang yang ingin mendapatkan informasi langsung menghubungi nomor
telepon tersebut dan bisa mencarinya di harddisk komputer yang dihidupkan selama 24 jam.
Kedutaan Besar Amerika Serikat (USIS) juga menyediakan Bulletin Board. Mereka yang
ingin mencari informasi tentang Amerika, bisa menghubungi nomor telpon tertentu yang
memang sudah disiapkan.
Membanjirnya PC kloningan buatan Taiwan dan Korea serta mewabahnya pembajakan
perangkat lunak komputer di pasaran elektronik Indonesia, memungkinkan para mahasiswa
dan maniak komputer belajar dan mengembangkan sendiri keterampilan penggunaan
komputer. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa PC kloningan dan perangkat lunak
bajakan menjadi faktor utama percepatan penguasaan teknologi informasi di tanah air dan
menempatkan Indonesia sebagai negara yang sangat maju dalam penguasaan komputer
pribadi.
Sementara itu Departemen P dan K membangun proyek besar jaringan komputer
antaruniversitas negeri. Jaringan UniNet ini dimaksudkan untuk menjalin komunikasi di
bidang administratif maupun diskusi akademik mengenai kurikulum perguruan tinggi negeri.
Sayang proyek besar ini gagal; hanya ITB dan UI yang tetap mengembangkan infrastruktur
jaringan ini.
Sekitar tahun 1988, beberapa mahasiswa mikroelektronika ITB mengembangkan komunikasi
data antarkomputer dan akses ke internet dengan bantuan gelombang radio sebagai
mediumnya. Mereka mendapatkan akses satelit komunikasi Jepang yang sudah selesai
masa baktinya dengan gratis dan menamakan jaringan ini “Jaringan Paket Radio
Paguyuban”


KOMPUTER DAN ORNOP
Tahun-tahun permulaan penggunaan komputer oleh Ornop Indonesia, didominasi oleh
program word processor (Wordstar). Dengan kata lain, komputer dianggap sebagai alat ketik
ajaib, yang sedikit lebih canggih daripada mesin ketik elektrik. Program database hampir
tidak pernah digunakan. Data organisasi, daftar alamat dan data-data lain yang seharusnya
disimpan sebagai data di program database, diketik dengan Wordstar atau Chi-Writer!
Pada tahun 1984 (?.tahunnya tidak akurat) WALHI berinistiatif membuat pelatihan
penggunaan database CDS/ISIS (buatan UNESCO) di LBH Jakarta. Peserta yang diundang
adalah ornop Jakarta yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Selain WALHI sendiri,
SKEPHI dan LBH Jakarta merupakan peserta aktif.
Kegiatan ini disusul dengan sebuah survei information need assessment mitra-mitra WALHI.
Rekomendasi yang dihasilkan berupa desakan agar jaringan informasi antarmitra WALHI
segera dibentuk dan dibuat langkah-langkah kongkret melaksanakan pertukaran informasi
sehingga advokasi yang dilakukan sebuah mitra WALHI di daerah bisa disebar ke daerah
lain sebagai bahan pembanding. Rekomendasi lain adalah perlunya penyeragaman format
pendokumentasian kasus lingkungan. Untuk hal tersebut CDS/ISIS disarankan sebagai
program database yang paling cocok. Sayang sekali tidak ada tindak lanjut yang kongkret
dari survei ini.
LBH Jakarta dan WALHI mungkin merupakan ornop-ornop pertama yang menggunakan
komputer. Komputer yang dipakai biasanya sebuah IBM PC 8088 kapasitas 20 MHz. LBH
sendiri menggunakannya untuk menyimpan data dokumentasi kasus selama tahun 1971 s/d
1990. Program database yang dipakai adalah dBase III+ yang kemudian diganti dengan
CDS/ISIS. LBH adalah ornop Indonesia pertama yang mendapatkan lisensi resmi UNESCO
di Paris untuk menggunakannya selain LIPI.
Khusus untuk kasus pelanggaran HAM, LBH Jakarta menggunakan format standar bibliografi
dan pelanggaran HAM HURIDOCS versi awal. LBH sendiri ikut dalam menguji-coba format
standar HURIDOCS ini, tetapi berhenti di tengah jalan.
Tahun 1993 Yayasan LBH Indonesia menyelenggarakan pelatihan Informasi dan
Dokumentasi untuk semua cabang LBH di seluruh Indonesia. Dalam pelatihan tersebut
format standar HURIDOCS resmi dipakai oleh LBH cabang di seluruh Indonesia, dari Aceh
sampai Papua Barat. Standar format HURIDOCS ini sekarang diadopsi oleh Komnas HAM
dan jaringannya. Komnas HAM juga aktif mempromosikan format standar HURIDOCS ini ke
berbagai ornop HAM dan akhir-akhir ini membuat pelatihan penggunaan database EVSYS,
sebuah database HAM berbasis CDS/ISIS
Peta ISP Indonesia
Indosat, BUMN yang mengelola bisnis telekomunikasi internasional, mendiversifikasi usaha
dengan memperkenalkan usaha baru komunikasi data. Mereka menyediakan layanan packet
switching dalam bentuk leased line and dial-up. Bisnis Internet Service Provider (ISP) ini
tidak terlalu diminati karena sangat mahal dan bandwidth-nya sangat sempit, hanya 2.4 kbps
untuk yang leased line (bandingkan saja dengan situasi sekarang di warnet-warnet kecil yang
kecepatan transfernya lebih dari 33.6 kbps). Kemudian Indosat melakukan kerjasama
dengan Bank Indonesia dan membentuk ISP bernama Lintasarta. Perusahaan baru ini
bekerjasama dengan sebuah ISP di Amerika Serikat SprintNet USA, menyelenggarakan
jasa internet baru. Perusahaan atau organisasi yang sudah lama mempunyai akses ke ISP
Amerika Serikat seperti America On Line dan Compuserve tidak lagi menelpon ke AS.
Mereka cukup menelpon Lintasarta/SprintNet saja.
Bulan Mei 1995 Radnet, ISP swasta Indonesia pertama, masuk ke bisnis ini. Beberapa bulan
kemudian IndoInternet, sebuah perusahaan patungan antara Indosat dan sebuah
perusahaan swasta ikut meramaikan dunia ISP. Sertelah itu, puluhan ISP muncul, terutama
di Jakarta dan Bandung (CBN, Uninet, dll). Cita-cita pemerintah untuk membuka akses
internet di seluruh ibukota propinsi tercapai, ketika pada tahun 1996 PT Pos Indonesia
memulai bisnis ISP dengan mendirikan 27 ISP (Wasantara) di semua ibukota propinsi. Tidak
berlebihan kiranya kalau tahun 1996 kita sebut sebagai Tahun Internet Indonesia, hanya
setahun setelah majalah Time mengumumkan bahwa tahun 1995 adalah Tahun Internet
("Year of the Internet")
Munculnya Warung Internet di kota-kota perguruan tinggi seperti Yogyakarta, Bandung,
Jakarta dan Surabaya) memperluas akses internet bagi lapisan masyarakat yang kita
golongkan sebagai “lower middle class”. Selain murah, sekarang ini warnet sudah menjamur.
Mahasiswa memanfaatkan akses di warung-warung ini untuk bertukar informasi, membaca
media alternatif yang terlarang dan menyebarkannya ke lapisan akar rumput. Demikian pula
ornop-ornop advokasi.
Peta ISP Di Kalangan Ornop Internasional
Ornop di luar Indonesia sudah lebih dahulu menyadari pentingnya teknologi informasi,
terutama akses ke internet untuk kerja kampanye mereka. Mereka merasakan ketimpangan
yang sangat besar antara ornop dibandingkan dengan organisa bermodal besar. Ornop galak
seperti Greenpeace, Amnesty International dan lain-lainnya saling berdiskusi memikirkan isu
ini. Akhirnya disepakati dibentuknya sebuah asosiasi ISP yang non-profit dengan ideologi
yang jelas-jelas memberi dukungan kepada perjuangan masyarakat sipil.
Dengan tegas mereka menyatakan bahwa Association of Progressive Communication (APC)
bertekad mempertahankan dan mempromosikan ruang online yang produktif bagi
kepentingan Ornop seluruh dunia. APC membantu mengangkat isu-isu Lingkungan, Hak
Asasi Manusia, Pembangunan dan Perdamaian.. Secara politis APC menegaskan bahwa
sistem informasi dan komunikasi yang mengabdi pada perjuangan mewujudkan masyarakat
madani harus selalu dipertimbangkan dalam semua pembicaraan internasional yang
menyangkut kebijakan telekomunikasi, pemberian dana kepada negara-negara berkembang
dan penaman modal di sebuah negara.
Asosiasi ISP ini mempunyai anggota di berbagai region, misalnya Amerika Utara, Amerika
Selatan, Eropah, Afrika, Asia dan Australia. Sebagai contoh adalah IGC (Institute for Global
Communication, Amerika), E-Connect di Ceko, SangoNet di Afrika Selatan, GreenNet di
Inggris, WEB Networks di Kanada, Gluk di Ukraina, Wamani di Argentina, Nicarao di
Nikaragua, Pegasus di Australia dan masih banyak lagi ISP progresif yang mengabdikan diri
hanya kepada kepentingan dan promosi masyarakat madani.
Akses Internet Di Kalangan Ornop
Dari catatan yang ada, sangat mungkin WALHI merupakan ornop yang pertama kali
mempunyai akses ke Internet (tahun 1989, GreenNet di London). Sayang sekali WALHI tidak
maksimal dalam memanfaatkannya. Tidak cukup dana dan belum ada staf yang mengelola
dan memanfaatkannya.
Ornop advokasi Indonesia baru menyadari kekuatan internet untuk kampanye mereka, jauh
hari setelah LBH mendapatkan akses ke internet. Pada tahun 1990 organisasi bantuan
hukum dan HAM ini melanggan sebuah ISP di Amerika Serikat (IGC) Melalui akses tersebut
LBH mengirimkan secara teratur berita pelanggaran HAM di Indonesia ke sebuah mailing list
yang sangat terkenal, yakni Apakabar. Tetapi baru lima tahun kemudian Urgent Action (UA)
yang dikirim ke Apakabar menyentakkan kesadaran para aktifis HAM bahwa mereka telah
memulai sebuah perang di cyberspace, perang informasi antara si Daud kelompok prodemokrasi
melawan Goliath mesin kekuasaan diktator militer Soeharto. UA yang dikirimkan
tadi berisi pesan singkat 3 kalimat, protes terhadap pembunuhan seorang aktifis dan
pemimpin pemogokan buruh Marsinah yang diduga kuat dibunuh oleh pihak militer.
Protes lewat faks dari seluruh dunia membanjiri kantor kepresidenan, Deplu dan Hankam
dalam waktu setengah hari. Ini mengubah secara dramatis seorang gadis muda tokoh buruh
dari sebuah kota kecil di Jatim, menjadi pahlawan yang dikenal di seluruh dunia.


JARINGAN KOMPUTER DI KALANGAN ORNOP
Atas bantuan pemerintah Kanada, Yayasan LBH Indonesia membangun jaringan WAN (wide
area network) antarcabang LBH di seluruh Indonesia. Jaringan tersebut, LBHNet,
memperlancar pertukaran informasi antarcabang. Selain pertukaran informasi berupa laporan
kerja, keuangan (yang perangkat lunak akuntansi-nya sudah diseragamkan) dan hal-hal
administratif lainnya, YLBHI berhasil membuat diskusi tentang format standar
pendokumentasian kasus-kasus lingkungan, buruh, hak politik, hak atas tanah dan kasuskasus
pelanggaran HAM lainnya di forum WAN tersebut. Salah satu simpul, yakni YLBHI
sendiri, memiliki akses ke internet sehingga informasi penting dari dunia internasional bisa
didapatkan secara tidak langsung.
Menyusul LBHNet, INFID mengundang WALHI dan YLBHI untuk membangun jaringan
komputer antarOrnop. Jaringan ini lebih maju daripada LBHNet karena setiap pengguna
akan memiliki alamat email sendiri. NusaNet, konsorsium antara INFID, WALHI dan YLBHI
ini terbukti sangat bermanfaat dalam mendukung advokasi ornop di seluruh Indonesia. Di
Sumatera Utara, pengguna NusaNet sudah menjalar ke akar rumput lewat fasilitasi ornop
setempat.
NusaNet membangun subhost di beberapa kota, misalnya Aceh, Medan, Salatiga, Makasar,
Kupang (akhirnya tidak jadi) dan Jayapura. Dengan demikian ornop di region tertentu tidak
perlu lagi menelpon Jakarta kalau ingin mengakses mailbox mereka. Perkembangan
selanjutnya, NusaNet memiliki akses leased line sehingga server induk bisa diakses lewat
ISP lokal (Wasantara) sehingga biaya akses menjadi jauh lebih murah.
Kurangnya komitmen anggota konsorsium dan ketidak-pedulian terhadap keberlanjutan ISP
ini serta tidak taatnya para pengguna membayar iuran bulanan, menjadikan NusaNet
tersendat-sendat hidupnya. ISP Ornop yang seharusnya bisa bergabung dengan APC
mewakili kawasan Asia Tenggara hanya dikelola oleh INFID. Beban ini tidak bisa
tertanggungkan dan pada tahun 2001 ini, keberadaan NusaNet masih merupakan
tandatanya.
Selain dua ISP ornop tadi, pada tahun sembilan-puluh tigaan, muncul pula organisasi yang
melayani kebutuhan informasi lewat Internet. Sustainable Development Network membangun
sebuah situs web yang dapat diakses oleh pelanggan. Organisasi ini bisa diakses melalui
jaringan IptekNet milik BPPT. Mereka memusatkan diri pada penyebaran informasi dan
diskusi tentang pembangunan berkelanjutan. Sayang sekali penulis tidak mengikuti
perkembangan SDN, sehingga tidak bisa melaporkan nasibnya.


PERANG INFORMASI DAN GERAKAN BAWAH TANAH
Sangat sulit bagi kita untuk menentukan kapan internet digunakan untuk melawan rejim
Soeharto. Yang jelas orang-orang Indonesia pertama yang memulainya adalah para
mahasiswa yang mendapatkan kesempatan belajar ke luar negeri. Mereka menggunakan
mailing list khusus dan konferensi elektronik di internet untuk bertukar pikiran tentang isu
demokrasi dan situasi politik di Indonesia. Mereka memiliki kebebasan yang relatif lebih baik
daripada rekan-rekannya di Indonesia karena berada di negeri yang sudah menikmati
kebebasan untuk mendapatkan informasi. Jaringan khusus mahasiswa Indonesia ini
contohnya adalah IndozNet yang dibentuk oleh mahasiswa di Australia, ISNet untuk
mahasiswa beragama Islam, dan ParokiNet untuk para mahasiswa beragama Roma
Katholik.
John McDougall, seorang warganegara Amerika Serikat, memulai usaha penyebaran
informasi tentang Indonesia pada tahun 1984. Ia menjual tulisan-tulisan terpilih buatan para
ilmuwan Indonesia maupun luar negeri dan hasil riset tentang Indonesia dalam bentuk tulisan
elektronik lewat internet. Kemudian tulisan-tulisan tersebut ia sebarkan ke beberapa Milis di
seluruh dunia. Karena mendapatkan respon yang sangat antusias, pada tahun 1990 ia
membuat sebuah Milis khusus yang ia sebarkan secara gratis. Milis berisi diskusi terbuka
mengenai Indonesia ini dikenal di seluruh dunia dengan nama “Apakabar." Milis ini memuat
pendapat semua orang tentang Indonesia, baik yang sangat radikal, moderat, bahkan tulisan
pendukung setia Soeharto pun dimuat secara demokratis. Faktor utama yang membuat
penulis milis bisa bebas mengemukakan pendapatnya adalah kesediaan John untuk
menyembunyikan identitas penulisnya, kalau diminta.
Sukses Apakabar ini mendorong para aktifis di dalam negeri membuat milisnya sendiri. Cara
penyebaran lewat internet ini jelas lebih aman daripada mempublikasi selebaran tercetak.
Pengamanan data di internet sangat terbantu setelah seorang aktifis menerima kiriman
perangkat lunak pengacak data PGP (Pretty Good Privacy) yang derajat pengacakannya
sama dengan yang digunakan oleh lembaga-lembaga intelijen resmi. Perangkat lunak itu
diselundupkan ke Indonesia oleh rekan-rekan mahasiswa kita di Amerika Serikat lewat
seorang tokoh HAM Indonesia yang sampai sekarang tidak mengetahui bahwa titipan yang
dibawanya merupakan perangkat lunak yang saat itu di-embargo pemerintah federal Amerika
Serikat untuk dikirim ke luar.
Sementara media cetak Indonesia tiarap dan ketakutan karena direpresi oleh rejim Soeharto
setelah peristiwa pembreidelan Tempo, Detik dan Editor, beberapa wartawan Tempo
membangun Tempo Interaktif, yakni majalah Tempo dalam bentuk elektronik dan dipasang di
sebuah situs web khusus. Para aktifis Ornop dan mahasiswa men-download artikel-artikel
Tempo, mencetak dan menyebarkannya ke seluruh lapisan masyarakat di sekitar mereka.
Beberapa ornop yang bergerak di bidang jurnalisme membangun milisnya sendiri. Saat itu
bermunculan posting yang dikerjakan secara profesional dan memenuhi standar jurnalistik,
seperti SiaR yang pada mulanya melakukan advokasi terhadap rekan-rekan PDI Megawati,
Bergerak! melakukan advokasi terhadap Partai Rakyat Demokratik yang sedang dikejar-kejar
oleh militer, MateBEAN yang memberitakan pelanggaran HAM di Timtim, MeunaSAH yang
didedikasikan bagi rakyat Aceh yang tertindas , MamberaMO untuk para aktivis HAM di
Papua Barat, TNI-Watch! yang menganalisa sepak terjang dan mutasi personil TNI, Kabar
Dari Pijar (KDPNet) yang diterbitkan oleh Yayasan Pijar, Suara Independen yang diterbitkan
oleh aktivis AJI, X-Pos dan banyak lagi posting yang memberikan berita alternatif, apa yang
sebenarnya terjadi di Indonesia.
Selain itu ada posting yang sangat populer, yakni GoRo-GoRo di milis SiaR. Ia berisi lelucon
politik tentang Soeharto dan para kroninya. Seseorang telah menerbitkan posting ini menjadi
buku dan menyebarkannya di antara para kontestan pemilu setiap ada giliran kampanye
pada Pemilu 1997
Posting tersebut di atas dicetak oleh para aktivis dan diberikan kepada penjaja koran
dipinggir jalan. Media alternatif ini laku seperti kacang goreng meski anak-anak penjualnya
tidak terlalu sadar bahwa apa yang mereka jual membahayakan dirinya. Dua orang anak
penjual koran di Pasar Minggi ditangkap oleh polisi dan tentara, jualannya dirampas. Dan
dengan terheran-heran mereka berdua melihat para anggota TNI tadi berebut untuk
mendapatkan satu kopi posting SiaR!
Para pegawai berdasi di segitiga emas Jakarta men-download media alternatif tadi dan
mendistribusikannya secara diam-diam kepada sesama rekannya. Operator fotokopi
menggandakannya untuk diri sendiri, membagikan kepada rekannya sesama pesuruh kantor.
Mereka membawa pulang barang haram tersebut dan menyebarkannya kepada saudara dan
tetangga. Demikianlah media alternatif itu menyebar cepat bagaikan ilalang kering yang
terbakar di musim kemarau, membakar hati masyarakat di tingkat akar rumput untuk
melawan.
Dan kemudian mereka memutuskan untuk bergabung dengan para mahasiswa, membantu
mereka dengan makanan saat anak-anak berani itu berdemo, makanan yang cukup bagi
sebuah brigade! Ketika terjadi clash fisik antara para aktivis mahasiswa dan ornop melawan
kekuatan militer bersenjata seperti yang terjadi di Jembatan Semanggi 12 November 1998,
rakyat secara spontan membantu yang terluka dan mati, mengangkutnya memakai ojek ke
rumah sakit terdekat. Anak-anak kecil yang tidak takut ditembak para penembak jitu yang
menggunakan peluru quikshok mematikan, menolong orang tuanya membuat bom molotov
untuk dibagikan kepada para mahasiswa yang berkeringat, terkadang bersimbah darah.


ERA REFORMASI
Teknologi Informasi yang telah mengalami kemajuan begitu pesat, mempersempit dunia ini
menjadi sebuah pasar global yang dampaknya dirasakan oleh rakyat miskin di semua lini
kehidupan. Mereka yang kaya akan mendominasi yang miskin. Dengan informasi yang
mereka miliki, negara adikuasa mendikte negara-negara terbelakang.
Ornop Indonesia yang berjuang untuk terwujudnya masyarakat madani merasakan
ketimpangan ini. Dengan merebut kemampuan di bidang teknologi informasi serta
mendorong masyarakat mengatur penggunaanya secara mandiri, cita-cita membangun
masyarakat madani yang demokratis akan lebih mudah dicapai.
Saya ingin melihatnya dari sisi yang lain, yakni tidak dari sisi teknisnya tetapi lebih kepada
aplikasinya. Salah satu media penyebar informasi yang sangat berpengaruh bagi masyarakat
kecil dan mengguanakn teknologi informasi, tak pelak lagi adalah media radio dan televisi.
Di bidang siaran radio, kelompok masyarakat di akar rumput perlu diberi kesadaran bahwa
sumber daya alam berupa frekuensi radio, masih dikuasai pengaturannya oleh badan
pemerintah. Mereka membagi-bagi frekuensi hanya kepada mereka yang mampu membayar.
Sementara itu mereka yang paling mempunyai hak atas informasi, nota bene hak untuk
menentukan masa depan mereka sendiri, yakni rakyat kecil di kampung dan desa, tidak
mendapatkan hak atas frekuensi tersebut. Sudah saatnya rekan-rekan ornop memikirkan
media advokasi radio sebagai senjata penyadaran. Ajak masyarakat mendirikan radio-radio
komunitas berkekuatan rendah. Munculnya radio yang dikelola sendiri oleh komunitas yang
secara terus menerus berkembang dalam jumlah, akan menjadi semacam tekanan politis
bagi pemerintah untuk mengalokasikan frekuensi yang khusus digunakan oleh radio
paguyuban seperti ini, tanpa biaya yang mencekik leher.
Demikian pula kalau ornop bisa bersatu mengumpulkan modal, mengapa kita tidak
memikirkan untuk mendirikan stasiun televisi alternatif. Dengan demikian dominasi informasi
televisi swasta yang setiap hari mencekoki kita dengan cerita sinetron impian dan iklan
memabukkan akan tersaingi dengan program televisi yang nyata-nyata bermanfaat langsung
kepada masyarakat.
Dan teknologi informasi serta infra strukturnya akan sangat membantu masyarakat
mengelola sendiri sistem informasinya tersebut. Seperti kata pelukis Affandi dalam posternya
pada tahun 1945: Bung, Ayo Bung! Akhir kata, selamat bekerja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar